Ibu Yang adalah seorang ibu yang dikenal sebagai pemungut botol-botol plastik di linkungan tempat dia hidup. Ibu Yang pernah hidup bahagia dan berkecukupan. Tapi suatu hari sejak suaminya meninggal karena kecelakaan, beliau harus berusaha sekuat tenaga untuk membiayai putranya sekolah. Saat ini anaknya sudah besar dan setelah lulus kuliah, sudah bekerja di sebuah perusahaan besar. Tidak tega melihat mamanya hidup sendirian, putranya, Jay, meminta mamanya untuk tinggal dengannya.
Tapi kehidupan di kota ternyata tidak seperti yang Ibu Yang bayangkan. Beliau jarang bertemu dengan orang lain, tidak punya teman waktu anaknya bekerja. Karena itu nggak jarang beliau merasa bosan. Suatu hari Ibu Yang melihat beberapa orang yang sedang memungut botol plastik saat dia berjalan-jalan di dekat rumahnya. Tidak lama kemudian Ibu Yang mendekati mereka dan mengobrol. Beliau baru tahu kalau mereka memungut botol-botol itu untuk menghidupi keluarga mereka. Merasa ini adalah kesempatan untuk beliau bisa mengobrol dengan orang lain, dia pun memutuskan untuk membantu pemulung-pemulung ini. Tentu saja uang yang ada tidak akan dipakai untuk dirinya sendiri, tapi untuk membantu mereka.
Waktu anaknya pulang dan melihat botol plastik yang begitu banyak, dia berkata pada mamanya, "Ma, mama kenapa pungut botol plastik? Apakah uang nggak cukup? Mama kasih tau aku kalau uang nggak cukup."
"Nggak nak. Mama bosan kalau di rumah sendirian. Kalo kamu kerja, mama nggak ada teman ngobrol. Mama bantu mereka, yah hitung-hitung bantu orang lain sedikit, sekalian cari teman ngobrol."
"Yasudah ma, tapi mama harus hati-hati ya..."
Suatu hari, seperti biasa, Jay pergi bekerja dan Ibu Yang menemani teman-temannya memungut botol. Ibu Yang melihat ada sebuah botol yang tergeletak di jalan, dia pun pergi untuk mengambilnya. Tapi tak disangka saat itu ada seorang wanita muda yang lewat dan Ibu Yang tidak sengaja menabraknya. Wanita cantik itu marah, "Jalan kok nggak pake mata sih! Ngapain sih lu?!"
Ibu Yang langsung minta maaf dengan terburu-buru, "Non, maaf non. Saya nggak perhatiin. Saya cuman mau ambil botol itu non."
Mendengar itu, wanita itu langsung marah besar dan menendang botol yang ada di dekatnya.
"Lihat nih! Sekarang celana gue jadi kotor! Lu yang cuman ngambilin botol plastik pasti nggak bisa ganti rugi!" Kata wanita itu.
"Non, maaf non. Saya cuciin non..."
"Ga usah! Jangan-jangan abis dicuciin malah tambah kotor! Udahlah mending gue buang aja celana ini. Mamanya kayak gini, entah anaknya bakal jadi kayak apa."
Mendengar itu, Ibu Yang memberanikan dirinya berkata, "Non, jangan ngomong begitu. Anak saya itu baik. Dia sayang saya. Dia minta saya untuk ga pungut botol, tapi saya yang mau. Dia udah larang, tapi aku yang paksain diri, minta dia izinkan saya keluar."
Perdebatan yang agak panjang itu kemudian mengundang perhatian banyak orang dan akhirnya berakhir setelah dilerai. Wanita itu kemudian pulang dengan perasaan marah.
Hal ini tidak diberitahukan kepada Jay, Ibu Yang takut kalau Jay tahu dia tidak lagi mengizinkannya memungut botol. Waktu Jay pulang dan mereka makan malam bersama, Jay berkata, "Ma, akhir minggu ini aku mau undang teman makan di rumah ya."
"Eehh anak mama udah gede. Pasti cewek ya." Pembicaraan itu berlangsung ceria.
Hari yang dinantikan kemudian tiba. Ibu Yang tidak pergi memungut botol, tapi beliau menggunakan waktunya untuk memasak makanan yang sedikit lebih untuk dia, anaknya, dan tamunya. Akhirnya pulanglah Jay dengan seorang wanita yang mengikuti di belakangnya. Melihat wanita ini, Ibu Yang tersenyum. Dia menyapa wanita yang kemudian membalas sapaannya. Wajah wanita ini tampak sedikit terkejut.
"Kalian saling kenal?" Tanya Jay sedikit bingung.
Mereka tidak menjawab dan Ibu Yang langsung mengundang mereka untuk makan malam. Sepulangnya wanita ini, Jay bertanya lebih dan Ibu Yang tidak punya pilihan lain untuk menceritakan apa yang terjadi...
Keesokan harinya, Jay pergi ke kantor dengan satu kepastian. Wanita yang makan bersamanya kemarin itu kemudian menghampirinya, "Aku mau ngomong sesuatu."
Belum selesai wanita itu bicara, Jay memotongnya, "Nggak usah. aku udah tau semuanya. Kita putus aja. Nggak ada lagi yang bisa kuomongin."
Wanita ini panik, "Kenapa? Kan mamamu yang salah duluan!"
"Memang mamaku yang salah nabrak kamu duluan, tapi dia sudah minta maaf. Dia bahkan nawarin untuk nyuci celanamu. Maaf, kamu boleh hina aku, tapi jangan hina mamaku. Dia seorang diri membesarkan aku dari kecil sehingga aku bisa sampai sekarang ini. Aku nggak bisa menikahi wanita yang nggak bisa menghargai mamaku sama sekali."
"Tapi dia sekarang udah nggak apa-apa kan? Kenapa kamu harus buru-buru minta putus begitu? Lagian kalau kita menikah, kantor ini nantinya jadi punyamu!"
"Uang bisa dicari. Kalo aku berusaha lebih rajin, berusaha lebih keras, aku juga bisa punya perusahaan sendiri. Tapi mamaku, kalau aku kehilangan dia dan ngambil keputusan buru-buru sampai mama menderita, 1000 gunung kubeli pun nggak akan cukup untuk membalas penyesalan yang ada!"
Saat ini, sepasang suami istri yang sudah berumur melihat dari samping, "Anak yang kamu manjain dari kecil, sekarang jadi kayak gini. Cowok itu cowok baik-baik. Mungkin aku harus coba bicarakan sesuatu dengannya."
Berbakti, tidak perlu menunggu sampai kita kaya atau orangtua kita tua. Berbakti itu bisa dimulai dari sekarang!
Sumber: todays headlines